Google Doodle Hari Ini HR Rasuna Said: 'Singa Betina' dari Minang yang Lantang Menentang Kolonial
HR Rasuna Said dijuluki sebagai 'Singa Betina' berkat ketegasannya memperjuangkan hak perempuan di masa kolonial Belanda dan penjajahan Jepang
Sebagai kaum terpelajar, ia sangat memperhatikan kemajuan dan pendidikan kaum wanita.
Bahkan, ia sempat mengajar di Diniyah Putri sebagai guru.
Namun pada tahun 1930, Rasuna Said berhenti mengajar karena memiliki pandangan bahwa kemajuan kaum wanita tidak hanya bisa didapat dengan mendirikan sekolah, namun harus disertai perjuangan politik.
Rasuna Said ingin memasukkan pendidikan politik dalam kurikulum sekolah Diniyah School Putri, namun ditolak.
Ia kemudian mendalami agama pada Haji Rasul atau Dr H Abdul Karim Amrullah, yang mengajarkan pentingnya pembaharuan pemikiran Islam dan kebebasan berpikir yang nantinya banyak mempengaruhi pandangan Rasuna Said.
Kontroversi poligami pernah ramai dan menjadi polemik di ranah Minang tahun 1930-an.
Poligami ini berakibat pada meningkatnya angka kawin cerai.
Rasuna Said menganggap, kelakuan ini bagian dari pelecehan terhadap kaum wanita.
Perjuangan Politik
Awal perjuangan politik Rasuna Said dimulai dengan beraktivitas di Sarekat Rakyat (SR) sebagai Sekretaris cabang.
Sarekat Rakyat (SR) kemudian menjelma menjadi PSII (Partai Serikat Islam Indonesia).
Pada tahun 1926 terjadi gempa hebat di Padangpanjang dan Rasuna pulang Kembali ke Mininjau.
Di tanah kelahirannya itu, ia belajar di sekolah yang dipimpin oleh H. Abdul Majid dari golongan Kaum Tua.
Karena tidak memperoleh keserasian jiwa, akhirnya ia pindah belajar di Sekolah “Thawalib” di Payinggahan Maninjau yang didirikan oleh perkumpulan Islam “Sumatra Thawalib” yang menganut paham nasionalisme dan berhaluan radikal.
Ia lalu mendirikan Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) di Bukittinggi pada tahun 1930.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lombok/foto/bank/originals/google-doodle-rasuna-said.jpg)