Bagaimana Hukum Air Terkena Kotoran Hewan? Ini 7 Jenis Air dalam Islam yang Bisa Dipakai Bersuci
Tidak semua air bisa dipakai untuk bersuci bagi umat Islam. Berikut ini tujuh jenis air dalam Islam yang bisa dipakai untuk bersuci perlu dipahami
TRIBUNLOMBOK.COM - Air sagat penting bagi kehidupan manusia di muka bumi.
Air juga sangat berguna bagi keberlangsungan alam semesta, termasuk untuk ibadah umat Islam.
Dalam banyak ibadah umat Islam, air sangat dibutuhkan untuk mensucikan.
Sehingga dalam ilmu Fiqih Islam, air juga diatur dan dibagi berdasarkan jenis dan ketentuan penggunaanya.
Dikutip dari kita Fathul Qorib, berikut 7 jenis air dalam Islam yang boleh dipakai untuk bersuci.
Antara lain air hujan, air laut, air sungai, air sumber mata air, air salju, air sumur, dan air embun.
Baca juga: Bagaimana Hukum Menggunakan Air Berlebihan saat Wudhu? Berikut Sunnah-Sunnah dalam Berwudhu
Ketujuh macam air ini disebut sebagai air yang turun dari langit dan keluar dari bumi.
Tujuh jenis air ini bisa dimanfaatkan umat Islam bersuci.
Dalam hukum Islam, ketujuh sumber air ini dibagi menjadi 4 jenis.
1. Air suci menyucikan
Maksudnya air yang belum isti’mal, belum digunakaan sama sekali atau biasa disebut air mutlak.
Maksud air mutlak di sini adalah air yang baru keluar dari sumur yang tidak pernah disentuh apalagi terkena nakjis.
2. Air suci menyucikan tetapi makruh digunakan
Air yang dipanaskan menggunakaan wadah yang tidak menggunakan emas dan perak. Tetapi jika airnya sudah dingin, maka hilanglah sifat kemakruhannya.
Seperti air tower yang sering digunakan untuk menampung air, jika terik matahari terlalu panas, lalu membuat air tersebut menjadi panas, maka makruh hukumnya digunakan.
Tetapi jika airnya sudah dingin dengan suhu normal maka hilanglah kemakruhannya.
3. Air musta’mal, suci tapi tidak mensucikan
Air mustakmal ini air yang yang sudah digunakan untuk menghilangkan nakjis atau untuk bersuci.
4. Air nakjis
Air nakjis adalah air yang terkena nakjis, seperti kotoran hewan atau sejenisnya.
Air nakjis dalam Islam ada dua bagiannya.
Pertama, air yang terkena nakjis walau tidak berubah warna airnya tetap dikatakan nakjis jika airnya kurang dari dua qullah.
Contohnya ada air bersih yang ditempatkan di dalam bak atau ember, lalu ada kotoran cicak masuk ke dalam ember tersebut maka air tersebut nakjis.
Kedua, air yang lebih dari dua qullah tetapi warna airnya berubah sedikit atau banyak, itu tetap dikatakan nakjis.
Contohnya, tempat penampungan air yang ada di kamar mandi lebih dari 2 qullah, lalu ada tikus masuk ke dalam air tersebut dan mati di sana.
Sehingga mengubah warna air kamar mandi itu, maka hukumnya nakjis, tidak boleh digunakan lagi.
Lalu berapa ukuran air 2 qullah yang menjadi patokan?
Tentang ukuran 2 qullah, para ulama Islam memiliki perbedaan pendapat. Antara lain.
والقلتان خمسمائة رطل بغدادي تقريباً في الأصح .
Maknakanya, yang dimaksud dengan dua qullah ialah kurang lebih sebanyak 500 rithil Bagdad.
Kemudian pendapat lainnya menyebut dua qullah sekitar 190 liter air.
أي ما يساوي مائة وتسعين ليتراً تقريباً، أو سعة مكعب طول حرفه 58 سم.
Maknanya, kira-kira sama dengan 190 liter, atau sama dengan volume bejana kubus yang sisi-sisinya 58 cm (dibulatkan 60 cm).
Rais Syuriyah PBNU KH Afifuddin Muhajir dalam Syarah Taqrib-nya menyebut air dua qullah setara dengan 270 liter.
Kiai Afif mendapatkan angka ini dari Kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh karya Syekh Wahbah Az-Zuhayli.
وهي تساوي مائتين وسبعين (270) لترا وقدرهما بالمساحة في مكان مربع ذراع وربع (=8،91 سم) طولا وعرضا وعمقا بالذراع المتوسط
Artinya: “Ia (dua qullah) memiliki volume setara dengan 270 liter (air). Ukuran keduanya (dua qullah) bila ditempatkan pada sebuah wadah persegi empat adalah wadah dengan panjang, lebar, dan kedalaman dengan 1,25 hasta standar atau setara dengan 91,8 cm.”
(*)
*Tulisan ini merupakan karya Ahmad Apandi, mahasiswa PKL IAIH NW Lombok Timur.