Berita NTB
Provinsi NTB Mengalami Deflasi 0,79 Persen di Bulan Agustus 2022
Deflasi didorong dari sisi transportasi yaitu turunnya harga tiket pesawat terbang meski tidak terlalu signifikan.
Penulis: Lalu Helmi | Editor: Dion DB Putra
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat pada bulan Agustus 2022, NTB mengalami deflasi sebesar 0,79 persen. Angka ini lebih tinggi ketimbang deflasi nasional.
Kepala BPS NTB, Wahyudin menuturkan, deflasi didorong oleh adanya penurunan harga komponen pangan bergejolak (volatile food). Mulai dari harga tomat, cabai rawit, bawang merah.
"Sudah turun semua harga komoditas ini," ujarnya, Jumat (2/9/2022).
Selain itu, kata Wahyudin, deflasi didorong dari sisi transportasi yaitu turunnya harga tiket pesawat terbang meski tidak terlalu signifikan. Ini dialami di Kota Mataram dan Kota Bima.
"Saya ada beberapa kali dinas, menggunakan pesawat ke Jakarta, harganya yang semula Rp 2 juta ke atas sudah sekitar Rp 1,3 juta," kata Wahyudin.
Turunnya harga tiket pesawat ini, kata dia, adanya intervensi dari pemerintah pusat dengan melibatkan atau menambah maskapai penerbangan yaitu Super Air Jet (SAJ). Maskapai ini sebelumnya sempat vakum.
"Penambahan maskapai, penambahan flight. Meski untuk frekuensi penerbangan ini saja yang belum banyak. Garuda masih satu kali sehari untuk rute Lombok-Jakarta," ungkap Wahyudin.
Pada kesempatan itu, ia mewanti-wanti jika akhirnya pemerintah pusat menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi bisa memicu angka inflasi untuk bulan September tahun ini.
"Kalau jadi naik bulan ini, iya (picu inflasi, red) tapi kan masih wacana," katanya.
Meski masih wacana, sambung Wahyudin, tak sedikit lapisan masyarakat menolak kenaikan harga BBM. Jika pada akhirnya pemerintah menaikkan harga BBM, berdampak pada inflasi.
"Sebab BBM ini berpengaruh pada semua sektor," kata dia.
Menurutnya, ketika pemerintah menaikkan harga BBM harus dibarengi dengan adanya kompensasi.
Saat ini pemerintah mulai mencairkan berupa bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp 600 ribu untuk empat bulan bagi masyarakat menengah ke bawah. Jika kenaikan BBM tanpa ada kompensasi bakal menimbulkan polemik di masyarakat.
"Kalau tidak salah dari pidatonya Pak Presiden sekitar Rp 600 ribu untuk empat bulan," tandas Wahyudin. (*)