Pemerintah Stop Pengiriman Pekerja Migran ke Malaysia karena Langgar Perjanjian
Pemerintah Indonesia akhirnya mengambil langkah tegas dengan menyetop sementara pengiriman pekerja migran ke Malaysia sebagai bentuk protes.
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Sejak tanggal 13 Juli 2022, Pemerintah Indonesia menghentikan sementara pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Malaysia.
Moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) dilakukan untuk memproses job order baru.
Sedangkan job order Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang masuk hingga 12 Juli 2022 dan telah di-approved KBRI di Kuala Lumpur tetap diproses.
Job order Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang telah disetujui sekitar 2.800 orang asal NTB.
Para Pekerja Migran Indonesia (PMI) ini tetap akan diproses pemberangkatan hingga penempatannya di Malaysia.
"Job order tersebut semuanya untuk pekerja sektor ladang sawit," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB I Gde Putu Aryadi, saat menerima kunjungan Chief Operation Officer Felda Plantation Management SDN.BHD, Malaysia, Moch Sahir Bin Yaacub, di Jalan Majapahit Mataram, Senin (18/7/2022).
Baca juga: Malaysia Akhirnya Sepakat dengan Indonesia Soal Sistem Satu Pintu Perekrutan PMI
Aryadi menegaskan, hal ini merupakan langkah tegas pemerintah Indonesia untuk penghentian proses job order baru.
Disebabkan sikap pemerintah Malaysia yang melanggar MoU yang disepakati 1 April 2022.
Dalam MoU tentang Penempatan dan Perlindungan PMI di Malaysia, disepakati penempatan pekerja migran sektor domestik dari Indonesia ke Malaysia dilakukan melalui One Channel System.
Di dalamnya sudah mengakomodir Job Order, proses penempatan, dan fasilitas tempat kerja.
Sistem ini menjadi satu-satunya mekanisme yang sah untuk merekrut dan menempatkan pekerja migran sektor domestik asal Indonesia di Malaysia.
Tetapi Pemerintah Malaysia melanggar dengan masih melakukan perekrutan melalui System Maid Online (SMO) yaitu sistem rekrutmen pekerja secara online.
Baca juga: Indonesia Darurat Penempatan Ilegal PMI, Kepala BP2MI: Sindikat Dilindungi Oknum
Perekrutan melalui sistem tersebut disinyalir membuat PMI rentan dieksploitasi.
Serta jelas melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran.
Sebab SMO membuat PMI masuk ke Malaysia dengan menggunakan visa turis yang kemudian diubah menjadi visa kerja saat direkrut.
Mereka bekerja tanpa melalui pelatihan, tidak memahami kontrak kerja, tidak ada kejelasan mengenai gajinya berapa, majikannya siapa.
Juga tidak ada kejelasan tentang fasilitas, hak dan perlindungan yang mereka dapatkan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari KBRI di Malaysia, ditemukan ratusan PMI sektor domestik bermasalah akibat perekrutan sistem SMO ini.
Karena itu, pemerintah Indonesia mengambil sikap, sebelum ada perbaikan sistem di Malaysia, seluruh proses penempatan ditutup sementara.
“Sudah banyak PMI yang bekerja melalui sistem ini mendapatkan kasus gaji tidak dibayar, disiksa, dikurung di kandang anjing, dan ketika sakit dibuang di jalan," ujarnya.
"Ini kan pelanggaran HAM sebenarnya. Tapi karena mereka ini bekerja tanpa perjanjian kontrak kerja, sehingga majikannya dengan gampang ngeles. Malah mereka bisa menuntut balik karena PMI tersebut berada di negaranya secara ilegal," ujarnya.
Pemprov NTB sangat setuju dengan keputusan pemerintah menutup sementara pengiriman PMI ke Malaysia.
"Kami prinsipnya akan mengikuti arahan pemerintah pusat," katanya.
Menurutnya SMO merupakan sistem yang cukup rentan mengekploitasi pekerjanya dan disinyalir termasuk praktik perdagangan manusia.
"Kami ikuti arahan pemerintah. Jika pemerintah mengintruksikan untuk ditutup, maka akan kami tutup. Untuk apa mengirim bekerja jika akhirnya menyengsarakan rakyat kami. Tidak ada pemerintah yang ingin melihat rakyatnya sengsara," tegas Gede.
Penutupan sementara ini tentu tidak hanya berdampak pada PMI dan calon PMI saja, tetapi juga berdampak besar pada perusahaan di Malaysia yang benar-benar membutuhkan PMI, dan Perusahaan Penempatan PMI (P3MI).
Pimpinan Manajemen Operasional Felda Plantation Management Sdn Bhd, Mohd Sahir Yaacub mengungkapkan kesedihannya jika kerja sama Malaysia dan Indonesia harus ditutup lagi.
Apalagi sekarang program zero cost pemberangkatan calon PMI sudah diberlakukan di Felda Plantation.
"PMI hanya tinggal mempersiapkan diri dan mengikuti administrasi secara prosedural, sudah bisa berangkat tanpa biaya sama sekali untuk bekerja di Malaysia. Fasilitas dan perlindungan PMI pun kami jamin," katanya.
Apalagi lingkungan tempat kerja di ladang kami sangat dekat dengan pemukiman warga sehingga banyak PMI yang merasa nyaman bekerja.
Jadi akan sangat disayangkan jika kerjasama antara PMI dan perusahaan terhalangi.
Disamping itu, P3MI yang hadir pun turut memberikan masukan dan keluhan karena banyak PMI sudah masuk job order lama.
Tapi terhenti atau tidak bisa diberangkatkan tanpa ada pembaruan job order.
Banyak PMI sudah siap berangkat, ada yang sudah calling visa dan BAP, job sudah disign, sudah ada tiket, tapi karena Covid-19 ditunda.
Setelah covid selesai, mereka coba memberangkatkan lagi, tapi ada peraturan bahwa job order harus diperbaharui.
"Sedang proses diperbaharui tapi penempatan kembali ditutup lagi," keluh Martha dari PT Primadaya.
Banyak P3MI yang mengeluhkan hal serupa.
Sehingga mereka memohon agar pemerintah membantu untuk mengatasi masalah tersebut.
Harapan perusahaan Malaysia, APPMI dan P3MI yang hadir dalam kunjungan tersebut mendapatkan jawaban kapan job order lama bisa diberangkatkan.
Gede Aryadi menjelaskan, job order lama bisa tetap berjalan, penutupan hanya untuk job order yang baru.
"Bagi perusahaan yang sedang proses job order dan sudah disetujui oleh Dubes akan tetap diberangkatkan sambil menunggu perintah selanjutnya. Khusus untuk job order yang sudah di approved sampai tanggal 12 Juli akan tetap diproses," jelasnya.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB bersama APPMI minggu lalu berkunjung ke Koperasi Ladang Berhad dan Sime Darby Plantation untuk meninjau para pekerja ladang asal NTB.
Tujuannya adalah untuk memastikan perlindungan kesehatan, asuransi, dan penyediaan fasilitas tempat tinggal bagi PMI.
Dia berdialog langsung dalam bahasa daerah Sasak dan Bima dengan para pekerja untuk mendengarkan keluhan para pekerja.
Ternyata pekerja tidak memiliki keluhan tentang perusahaannya.
Bahkan mereka cerita kalau ada yang sampai puluhan tahun bekerja di sana.
Ada yang sampai membangun bisnis sendiri.
"Bahkan rekor tertinggi gaji diperoleh PMI asal NTB sebesar RM 7.373 atau Rp 25 juta sebulan," ujar Gede Aryadi.
Karena itu, Gede memberi apresiasi dan sangat respect kepada perusahaan yang memberikan perlindungannya dan fasilitas yang bagus bagi PMI.
Harapannya semua perusahaan lain juga bisa menyediakan fasilitas tempat tinggal yang layak.
Memberikan jaminan perlindungan dan memperlakukan PMI dengan baik.
"Semoga Pemerintah Malaysia bisa dapat segera menunjukkan itikad baik untuk menghormati perjanjian yang sudah disepakati. Mari kita sama-sama berjuang menyampaikan fakta apa adanya untuk kemaslahatan bersama," tutupnya.
(*)