RKPD Tahun 2023, Disnakertrans NTB Susun Strategi Pecahkan Persoalan Ketenagakerjaan
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB menggelar rapat forum perangkat daerah penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2023.
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB menggelar rapat penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) bidang ketenagakerjaan tahun 2023.
Pertemuan ini diikuti seluruh Disnakertrans kabupaten/kota se-NTB, di aula kantor Disnakertrans Provinsi NTB, Rabu, 23 Maret 2022.
Kegiatan ini bertujuan mensinkronkan program kerja pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah provinsi.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB I Gede Putu Aryadi menjelaskan, tahun 2023, pemerintah daerah masih memiliki PR bersama.
Pekerjaan rumah itu adalah merancang program terpadu untuk menurunkan angka pengangguran.
Baca juga: 20 Pekerja NTB Dikirim ke Kebun Sawit Kalimantan, Disnakertrans: Kalau Ada Masalah Lapor!
Baca juga: Malaysia Kembali Hidup Normal Mulai 1 April 2022, Peluang bagi Tenaga Kerja Indonesia
Salah satu caranya dengan menyiapkan tenaga kerja yang kompeten.
Menciptakan hubungan industrial yang harmonis antara perusahaan dengan pekerja.
Serta menyiapkan kesempatan kerja.
Sayangnya industri menengah dan industri besar di NTB jumlahnya sangat terbatas.
Sehingga penyerapan tenaga kerja untuk menurunkan angka pengangguran lebih mengandalkan sektor informal, seperti UMKM dan IKM.
Ke depan, kata Aryadi, untuk mengurangi pengangguran harus ada pola yang dibangun dalam menyiapkan lapangan kerja dan kesempatan kerja yang lebih banyak.
Pertama, mendorong UMKM, IKM, industri menengah dan besar harus menyerap tenaga kerja.
Jadi, investasi yang ada harus bisa menyediakan lapangan kerja.
Kedua, selain mendorong pertumbuhan industri menengah dan besar.
Maka perlu disiapkan program pendampingan atau pelatihan bagi SDM calon tenaga kerja untuk mewujudkan kewirausahaan mandiri.
Dua pola tersebut adalah dengan menyiapkan SDM untuk menjadi karyawan, pegawai atau buruh dan mendampingi SDM menjadi calon-calon wirausaha mandiri.
"Sehingga nanti mereka dapat menciptakan lapangan kerja,” ujar Aryadi, saat memimpin pertemuan.
Oleh karena itu, sejak tahun 2021 Disnakertrans NTB melaunching dua program unggulan.
Pertama program Pelatihan & Pemberdayaan Tenaga Kerja Terpadu Plus atau PePaDu Plus.
Program ini dilakukan secara terintegrasi dengan melibatkan seluruh stakeholders.
Tidak hanya dilakukan oleh BLK atau LLK saja.
Tetapi juga melibatkan Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI), LPKS dan BLK Komunitas.
Mulai dari perencanaan kebutuhan, pelaksanaan pelatihan langsung dengan instruktur dari praktisi industri.
Sehingga menghasilkan tenaga kerja yang sesuai dengan spesifikasi skill sesuai dengan kebutuhan industri.
Termasuk pelatihan untuk mempersiapkan Calon Pekerja Migran infonesia (CPMI) yang ingin bekerja di luar negeri.
Bagi pencari kerja yang belum terserap di dunia industri, diberikan pendampingan dan pelatihan manajemen wirausaha baru.
Difasilitasi peralatan, modal & akses marketing.

Mereka juga disambungkan dengan dunia pemasaran, dinas dinas terkait seperti perindustrian maupun perdagangan.
Selain pola pendampingan untuk wirausaha baru juga dilakukan peningkatan produktivitas.
"Kami bekerja sama dengan DUDI untuk memberikan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Tanpa kerja sama dengan DUDI sama saja dengan menambah jumlah pengangguran," ujarnya.
Karena dunia usaha dan dunia industri tidak mengetahui skill yang dimiliki calon tenaga kerja yang telah dilatih.
Sehingga hasil pelatihan tidak terserap di dunia industri.
Program kedua Disnakertrans adalah zero unprosedural Pekerja Migran Indonesia.
Program ini merupakan wujud kasih sayang pemerintah daerah untuk benar-benar memberikan perlindungan kepada setiap warga NTB yang ingin bekerja di luar negeri.
Gerakan edukasi dan sosialisasi terpadu menjadi Pekerja Migran Sukses akan terus digesa.
Melibatkan dan bersinergi dengan seluruh stakeholder terkait.
“Dari sisi capaian zero uprosedural PMI, kami bersyukur tahun ini Satgas perlindungan PMI NTB mendapatkan penghargaan dari Menaker RI sebagai Satgas PPMI terbaik Nasional," ujarnya.
Satgas NTB dinilai responsif dan memiliki program pencegahan dan perlindungan PMI.
Secara bertahap, kata Aryadi, kegiatan edukasi, sosialisasi, dan pecegahan mulai dari desa sudah mulai menampakkan hasil.
Kasus-kasus PMI bermasalahpun mulai bisa ditangani satu demi satu, termasuk sikat sindikat/mafia PMI kini sedang berproses dan mendapat dukungan dari TNI dan Polri.
“Kami optimis dengan kebersamaan dan soliditas yang baik, target tersebut akan bisa direalisasikan,” harapnya.
Terkait penyerapan tenaga kerja di sektor industi yang tidak maksimal, Mantan Irbansus Inspektorat NTB ini menemukan kendalanya.
Salah satunya SDM dilatih tanpa Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) di Provinsi NTB.
“Saya harap tahun ini dengan dukungan dari Bappeda NTB, LSP P2 bisa terbangun di Provinsi NTB, sehingga bisa melakukan uji kompetensi untuk program APBD,” pungkasnya.

Sementara itu, Kasubbid Sosial Budaya, Ketenagakerjaan dan Kependudukan Bappeda Provinsi NTB Tunjung Kusuma mengungkapkan, capaian kinerja Disnakertrans untuk indikator kinerja daerah cukup progresif.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) berhasil melampaui dari target 3,30 persen.
Direalisasi 3,01 persen dari jumlah angkatan kerja 2,78 juta jiwa.
Demikian juga Cakupan Transmigrasi telah melampaui dari target 90 persen, namun realisasinya 97,57 persen.
Sementara Indikator Kinerja Sasaran Strategis Perangkat Daerah juga telah tercapai.
Pesentase penyerapan angkatan kerja dengan target 96,7 persen, realisasi 96,99 persen.
Persentase perusahaan yang harmonis/kondusif dengan target 98,95 persen, realisasi 98,97 persen.
Serta Persentase Transmigran yang Ditempatkan dan Dibina dengan target 97,57 persen, realisasi 97,57 persen.
Lebih lanjut, isu-isu strategis Disnakertrans NTB yang menjadi pembahasan untuk menjadi dasar program Rencana Kerja tahun 2023 adalah terbatasnya jumlah perusahaan menengah dan besar di NTB.
Belum optimalnya perlindungan tenaga kerja, belum optimalnya pengelolaan kawasan transmigrasi.
Serta perlunya peningkatan perlindungan dan pengawasan bagi PMI maupun CPMI untuk mewujudkan zero Unprosedural PMI.
(*)