Kuliner
Bila Anda Jalan-jalan ke Bima Jangan Lupa Mencicipi Timbu
Cara memasak timbu unik. Beras dimasukkan ke bumbung bambu kemudian dibakar. Bagian atas bambu ditutupi dengan ampas kelapa.
Penulis: Atina | Editor: Dion DB Putra
Laporan Wartawan TribunLombok.com Atina
TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA BIMA - Bila Anda jalan-jalan ke Bima, jangan lupa mencicipi kuliner khas daerah itu bernama timbu.
Pada zaman dulu timbu biasa dikonsumsi para petani saat masa panen. Kini makanan khas warga Bima tersebut merupakan satu di antara menu favorit.
Banyak orang yang menyukai timbu yang terbuat dai beras ketan dicampur santan.
Baca juga: Ini Harga Ikan Bakar Pepes Pedas Manis, Kuliner Khas Lingsar yang Terkenal di Lombok Barat
Baca juga: Wisata Kuliner: Nikmatnya Menyantap Nasi Lindung di Warung Jamaq-jamaq Mataram
Cara memasak timbu unik. Beras dimasukkan ke bumbung bambu kemudian dibakar. Bagian atas bambu ditutupi dengan ampas kelapa.
Butuh waktu satu sampai dua jam untuk membuat beras ketan dan santan siap disajikan.
Di Bima, Timbu dijual pada beberapa tempat. Sebut misalnya di Pasar Sila, Kecamatan Bolo Kabupaten Bima dan di Kabupaten Dompu.
Permintaan tingg membuat penjual makanan khas Bima ini berkembang.

Di Kota Bima, terdapat pasangan suami istri (pasutri) Burhan dan Nurhayati yang menjual timbu.
Mereka menjual timbu di pinggir jalan utama sebelum Pantai Lawata sejak pagi hingga malam.
Saat ditemui TribunLombok.com, Sabtu (29/1/2022), Nurhayati mengaku dalam satu hari bisa menghabiskan 50 kilogram beras ketan.
Pada musim panen, sekitar bulan April dan Mei mendatang, permintaan akan semakin banyak.
"Petani-petani yang panen biasanya datang membeli lebih banyak. Satu hari, bisa 80 kilogram beras ketan saya buat," akunya.
Nurhayati bersama suami memberikan pilihan soal ukuran timbu.
Ukuran kecil dibandrol dengan harga Rp 20 ribu per bambu. Sedangkan Rp 25 ribu dan Rp 30 ribu untuk ukuran bambu timbu yang paling besar.
"Saya jualan sejak lima tahun lalu. Tapi di kampung saya tinggal. Baru dua tahun jual di pinggir jalan ini," ungkapnya.
Selama menjual di tempat baru, Nurhayati mengaku kebanjiran pembeli.
Bahkan ada yang dari luar kota Bima. Mereka beli untuk dibawa sebagai oleh-oleh.
"Ada yang bawa ke Solo, Surabaya, Palembang. Yang paling jauh seingat saya, dibawa ke Palu," kata t perempuan asal Kelurahan Mande Kota Bima ini.
Timbu bisa bertahan hingga tiga hari tanpa pengawet.
Tidak hanya menjadi makanan warga lokal, kini timbu sudah akrab dengan lidah mereka yang berada di luar Bima. (*)